tag:blogger.com,1999:blog-38315013908161555372024-03-18T20:30:31.806-07:00welcome to the labyrinthUnknownnoreply@blogger.comBlogger66125tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-61518656997696551042013-09-29T10:24:00.000-07:002013-09-29T10:32:29.572-07:00Birth of CreationStanislaus Yangni
esai untuk pameran Dollanan #2, JNM, 2013
1/re-kreasi
Paris,
pertengahan September 1932. Antonin Artaud menulis sebuah surat, yang
dilanjutkannya dua bulan setelahnya. Seluruhnya ada tiga surat pendek. Letters
of Cruelty. Di sana Artaud tak hanya memaparkan kembali mengenai manifestonya,
Theater of Cruelty, melainkan, lebih spesifik, tentang suatu Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-48942514965614757362013-07-27T07:08:00.003-07:002013-07-27T07:16:42.859-07:00. pada sebuah coret
esai untuk pameran Melupa, Ugo Untoro, 20 September 2013, Ark Galerie, Yogyakarta
Stanislaus Yangni
Ugo Untoro, Dari Bawah ke Atas (2013)
1/ melepas lukisan
Ugo yang kita kenal selama ini adalah Ugo yang melukis
tubuh, figur, bentuk. Kendati ia salah satu yang sering menyertakan tulisan
dalam lukisannya, tapi kita lebih mengenalnya sebagai pelukis Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-63242704018901398572013-05-09T01:48:00.001-07:002013-05-09T01:48:14.377-07:00esai pameran Figuring Text-Texting Figure
Tragedy
of the Figural
Stanislaus Yangni
Dalam “Line and the Letter,”
sebuah tulisannya yang didedikasikan pada Paul Klee dan Andre Lhoté;
Jean-Francois Lyotard, pemikir yang banyak dipengaruhi oleh gagasan
fenomenologi, menuliskan bahwa “the less
‘recognizable’ the line, the more it becomes visible.” Semakin suatu garis
tidak dapat dikenali, garis itu justru semakin kelihatan (Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-232658791556587212012-05-02T03:36:00.000-07:002012-05-02T03:54:48.402-07:00The Monument of Nashar
Jakarta Post, Stanislaus Yangni, Contributor, Jakarta | Sun, 05/10/2009 12:47 PM
Launched at last month's opening of Nashar's
memorial works - a solo painting exhibition - at the National Gallery, this
heavyset book chronicles Nashar and his works.
Nashar (1928-1994), a distinguished
Indonesian painter, has been overlooked amid burgeoning contemporary Indonesian
art. Ideally, there Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-67010438751177417972012-05-02T03:34:00.001-07:002012-05-02T03:56:00.577-07:00Agathos, The Invisible Gwencatatan pendamping pameran Andre Tanama, Agathos, Langgeng Gallery, April 2012
1/prolog
Sewon, sekitar pertengahan
Februari 2012. Matahari bak menembus ubun-ubun kepala saat saya sedang mencoba
menerka kedatangan Andre dari menjemput anaknya di sekolah. Seperti pada
umumnya orang yang baru pertama kali menunggu seseorang yang baru kali ini akan
ditemuinya, saya mencoba Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-35234178158469926262012-05-02T03:32:00.003-07:002012-05-02T03:46:10.254-07:00Ketika Garis Bicara
Telisik
Potret Diri Affandi
Stanislaus
Yangni
Jogja, 1946.
Pada salah satu catatan tulisan tangannya, Affandi menceritakan pengalamannya
melukis: “Pernah terjadi, bahwa saya beberapa bulan tidak bisa melukis,
walaupun tiap pagi saya pergi tuk melukis. Pada suatu hari saya pulang ke rumah
dengan tangan hampa, tidak dapat lukisan. Merasa marah dan dongkol, sekonyong
saya lihat dalam Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-77415643308390404262011-09-23T18:51:00.001-07:002011-09-23T18:51:56.719-07:00Widayat (1919-2002)Mencari “Yang Lampau”Suatu kali, Widayat pernah berkata, “Karya seni lukis harus mengandung ‘Chi’ menurut Fadjar Sidik atau ‘Taksu’ menurut Suteja Neka. Ia (lukisan) harus berisi.” Pernyataan itu mungkin terdengar “kurang pas” ketika ia juga mengajukan pandangannya bahwa “Lukisan itu berfungsi sebagai benda hias, untuk digantung di dinding rumah, di kantor, di galeri seni, di museum, dan lainnya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-90540663184023855822011-09-23T18:34:00.000-07:002011-09-23T18:35:01.551-07:00S. Sudjojono (1913-1986)Realisme “Jiwa Ketok”Sudjojono, yang dijuluki oleh Trisno Sumardjo sebagai “Bapak Seni Lukis Indonesia Baru” ini mengajak para seniman untuk “kembali ke realisme.” Realisme ala Sudjojono adalah bentuk perlawanan dari estetika “mooi indie” yang menekankan teknik dan gaya yang cenderung ‘memperbaiki alam.’ Baginya, karya seni adalah “jiwa ketok” (jiwa yang tampak).Kredo “jiwa ketok” itu Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-37734333297298538012011-09-23T18:33:00.001-07:002011-09-23T18:33:58.977-07:00Salim (1908-2008)Mozaik Salim di PerancisMembicarakan perkembangan karya Salim tak bisa dilepaskan dari kubisme dan gerakan para pelukis Perancis era 1950-an, juga perkembangan seni lukis abstrak di Indonesia masa 1950an-1960an. Walau Salim banyak dipengaruhi oleh corak kubisme Fernand Léger (1881-1955), namun tidak dapat kita temukan jejak-jejak Leger yang kental dalam lukisannya.Salim datang ke Paris pada 1928 Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-81398976576577842402011-09-23T18:32:00.000-07:002011-09-23T18:33:03.550-07:00Rusli (1916-2005)Garis dan Kekuatan Ruang KosongSalah satu kekuatan Rusli adalah pada garis. Ia, yang dijuluki sebagai pelukis ‘Avant Garde’ oleh Umar Kayam, agaknya, selalu berusaha menangkap ‘roh’ obyeknya lewat garis. Garis-garis yang muncul terkesan spontan, ringan, namun padat, berisi, dan kuat. Rusli menemukan karakternya lewat berbagai garisnya.“Lima tahun saya belajar membuat garis.” Pernyataan itu tepat Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-39723363387512566622011-09-23T18:30:00.000-07:002011-09-23T18:31:55.201-07:00Popo Iskandar (1927-2000)“Ekspresionis” yang Mencari Hakikat“Bagi saya, kenikmatan berkarya seni terletak pada pemecahan masalah yang ditimbulkan oleh gagasan. Jika pemecahan itu terjadi, maka timbul masalah baru untuk dipecahkan. Pemecahan terakhir yang terletak pada sentuhan akhir (finishing touch), yang dengan sendirinya tidak melahirkan masalah-masalah baru, adalah puncak kenikmatan dalam berkarya seni.”– Popo Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-38484578422866724752011-09-23T18:29:00.000-07:002011-09-23T18:30:21.453-07:00Nashar (1928-1994)Melukis Gerak Alam“Aku ingin kehidupan dan alam adalah aku sendiri.” Kata-kata Nashar itu menyatakan dengan jelas sikapnya terhadap alam. Ia tidak mau memperlakukan alam sekitar, yang menjadi “obyek” lukisannya, semata-mata obyek seperti di hadapan mata para turis. Ia ingin menyatu dengan alam, menjadi-alam untuk bisa merasakan geraknya dan menghadirkan kekuatan itu dalam lukisannya.Peleburan Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-31442607931120662532011-09-23T18:28:00.001-07:002011-09-23T18:28:59.189-07:00Mochtar Apin (1923-1994)Figur-Figur yang BerposeMenghadapi sebagian lukisan figuratif Apin, terutama era 1990-1993, tampak perempuan-perempuan telanjang dalam pose-pose yang sering kita temukan di tabloid dewasa: tampak samping berkacak pinggang, terlentang, tangan terangkat dan paha terbuka, atau duduk memeluk lutut. Itulah salah satu tema yang banyak digarap Apin hampir sepanjang hidupnya. Garapan model telanjang ini Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-14242649408600486292011-09-23T18:26:00.000-07:002011-09-23T18:27:56.928-07:00Sudjana Kerton (1922-1994)Dari Sketsa Perjuangan sampai Narasi Wong CilikSanento Yuliman pernah mengatakan bahwa lukisan Kerton cenderung “cerewet,” alias ‘bercerita banyak.’ Melihat lukisan Kerton, kita seperti mendengar cerita, mengamati satu demi satu peristiwa yang ada di dalamnya. Selain karena pengaruh Kendar Kerton, saudaranya, Affandi dan Hendra Gunawan di Pelukis Rakyat, kekuatan narasi dan kepekaan menarik garisUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-6353469167456048742011-09-23T18:25:00.000-07:002011-09-23T18:26:49.362-07:00Hendra Gunawan (1918-1983)“Rakyat” dalam Figur-Figur Ganjil HendraSalah satu kredo terkenal di kalangan pelukis jaman perjuangan adalah “Seni untuk Rakyat.” Kredo ini sering dilawankan dengan kredo “Seni untuk Seni.” Hendra Gunawan (1918-1983) adalah salah satu pelukis yang dianggap “memenuhi” kriteria kredo “Seni untuk Rakyat” karena tema perjuangan dalam lukisan-lukisannya. Namun, menilik perjalanan karyanya, Hendra Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-65912969444247664052011-09-23T18:23:00.000-07:002011-09-23T18:25:54.147-07:00Fadjar Sidik (1930-2004)“Desain Ekspresif:” Geometri yang Hidup“Keindahan rakyat atau keindahan alam yang saya lukis telah berubah. Menurut saya, ada dikotomi estetik antara produk teknologi dan alam. Saya senang menggunakan produk teknologi seperti TV atau mobil, dan memang bagus, tapi saya tidak bisa menggambar TV atau mobil dalam lukisan saya. Ada keterbelahan estetis kalau saya menggambarkannya. Seperti orang Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-71086436795104431832011-09-23T18:22:00.000-07:002011-09-23T18:23:43.909-07:00Dullah (1919-1996)Realisme ”Impresif” DullahKalau Basuki Abdullah disebut-sebut sebagai pelukis istana raja Thailand, Dullah adalah pelukis istana presiden Republik Indonesia, tepatnya pada jaman Soekarno, sekitar 1950-1960. Ia lah yang pertama kali bertugas mengurusi koleski Bung Karno, sekaligus menyusun buku koleksi lukisan Presiden (1956).Konon, ia pernah menjadi model dari poster perjuangan ”Boeng, Ajo Boeng”Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-71072061976419017082011-09-23T18:21:00.000-07:002011-09-23T18:22:45.354-07:00Basoeki Abdullah (1915-1993)“Yang Cantik” dan Nasionalisme dalam Seni RupaNama Basoeki Abdullah hampir tidak bisa dilepaskan dari “yang cantik.” Dalam konteks Basoeki dan lukisan-lukisannya, “yang cantik” ini berarti sesuatu (fisik) yang dapat dilihat (visible), yaitu tubuh dan wajah wanita cantik dan keindahan pemandangan alam. Selain pelukis potret, ia dikenal dengan seorang pelukis pemandangan alam. Seni lukis ini Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-82665895575128475482011-09-23T18:19:00.000-07:002011-09-23T18:20:58.257-07:00Amang Rahman Jubair (1931-2001)Penantian Yang HeningAda satu jalanKu tak tahuDi langitAtau di bumiKetika aku bicaraAku bicara pada diri sendiriDemikian bunyi salah satu puisi berjudul “Puisi Dua” (1991) karya Amang Rahman, pelukis yang juga penulis sastra, dan pernah menggeluti dunia teater, srimulat, dan ludruk.Kediaman, kesunyian, dan kesendirian adalah suasana yang tampak pada lukisan Amang Rahman. Di sana ia merenungkan Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-20551300930616692442011-09-23T18:17:00.000-07:002011-09-23T18:19:36.737-07:00Ahmad Sadali (1924-1987)“Ulul-al-bab:” Bahasa Rupa SadaliAhmad Sadali, pelukis kelahiran Garut, 1924, yang dikenal sebagai Bapak Seni Lukis Abstrak ini, menemukan relasi yang erat antara ilmu pengetahuan, seni, dan agama dalam seni rupa Islam. Ia, selain pelukis modern yang sekular, juga menjadi aktivis islam, posisi yang tidak lazim dalam sudut pandang keislaman umumnya.Namun, surat Ali Imron, 190-191 dalam Al Qur’an Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-25355822693139200182011-09-23T11:10:00.000-07:002011-09-23T11:11:24.949-07:00(Re)Posisi Jendela YogyakartaCatatan FGD Reposisi Taman Budaya (Yogyakarta)Suatu pemandangan yang sudah lazim bila setiap hari menjelang sore, Taman Budaya Yogyakarta, yang diapit oleh Pasar Beringharjo dan pasar buku “shopping,” terlihat ramai dikunjungi. Uniknya, jenis kunjungan yang terjadi bukan lah kunjungan dalam arti ada pementasan, atau acara pameran tertentu, melainkan kedatangan, baik direncanakan mau pun spontan, Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-25863318369762887942011-09-23T08:51:00.000-07:002011-09-23T10:09:04.671-07:00Ketika Garis BicaraTelisik Potret Diri AffandiJogja, 1946. Pada salah satu catatan tulisan tangannya, Affandi menceritakan pengalamannya melukis: “Pernah terjadi, bahwa saya beberapa bulan tidak bisa melukis, walaupun tiap pagi saya pergi tuk melukis. Pada suatu hari saya pulang ke rumah dengan tangan hampa, tidak dapat lukisan. Merasa marah dan dongkol, sekonyong saya lihat dalam kaca muka saya sendiri dengan Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-26261928934403292192011-09-22T14:10:00.000-07:002011-09-22T16:13:48.209-07:00catatan kecil untuk pameran "post hibridity"Undangan yang juga berfungsi sebagai katalog pameran itu bergambar lukisan Piet Mondrian. Setidaknya, cover depannya begitu. Imej itu mungkin diharapkan orang akan langsung paham: ini pameran lukisan abstrak, atau pelukis yang memang dikenal dengan karya abstraknya.Setidaknya tujuh perupa ikut dalam pameran lukisan abstrak di Sangkring Art Space, 19 - 30 September 2011 itu, A. T. Sitompul, NunungUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-45368126413847937042011-09-19T10:11:00.000-07:002011-09-19T10:15:03.196-07:00Tirani Salib“Berenga dan abu menutupi tubuhku, kulitku menjadi keras, lalu pecah. Hari-hariku berlalu lebih cepat daripada torak, dan berakhir tanpa harapan. Ingatlah, bahwa hidupku hanya hembusan nafas, … Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan? Dan apakah masa depanku, sehingga aku harus bersabar?”– Ayub 6:11, dan 7:5-7 -“Hidupku menanggung beban yang mengerikan. Sejak lama, saya tidak akan Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3831501390816155537.post-68823870605021131122011-09-19T10:07:00.000-07:002011-09-19T10:10:46.344-07:00Penjara BahasaDalam salah satu tulisannya, “Nuansa Puteri VS Kuasa Lelaki,”[1] Sanento Yuliman mengulas sebuah pameran dari kelompok Nuansa Indonesia (himpunan seniman perempuan di bidang seni rupa) anggotanya perupa perempuan) yang diadakan di Jakarta pada Oktober 1987. Di akhir tulisannya itu, ia meluncurkan kritik, “Dalam pameran ini tak mudah mengatakan, apanya yang khas perempuan – dalam karya-karya Unknownnoreply@blogger.com0