Diskusi dan Peluncuran Buku "Stiker Kota"
Ruang Rupa, 20 Desember 2008.
Pertanyaan pertama yang muncul di benakku saat pertama kali melihat buku berjudul Stiker Kota itu adalah mengenai metodologi apa yang mereka gunakan untuk membicarakan stiker-stiker itu. Saya penasaran cara mereka membaca fenomena stiker kota. Perihal bagaimana caranya, saya ingin tahu. Tapi tiba-tiba saya terperanjat. Tulisan esai sekitar 35 halaman itu tidak menjawab penasaran saya. Tulisan itu lebih tampak sebagai paparan singkat, catatan kecil saat melihat meriahnya stiker-stiker kota itu. Mengenai perspektif apa yang digunakan, metode penelitian apa yang dipilih, fokus apa yang mau ditangkap, tidak saya temukan dalam tulisan tersebut.
Buku setebal 297 halaman itu ditulis oleh Ugeng T. Moetidjo, Ardi Yunanto, Ade Darmawan dan Mirwan Andan. Dalam peluncuran buku dan diskusi, diundang pula Hikmat Darmawan dan Bambang Sugiarto. Kalau dilihat dari isi buku, tiga puluh lima halaman pertama berisi tulisan, selebihnya berisi gambar stiker. Bagi pembaca, ini menarik. Jauh lebih menarik bagi mereka untuk mengamati stiker-stiker itu, baik dari sisi desain, juga tulisan yang tertera di dalamnya, lalu mencipta asumsi dari pengamatannya itu, daripada membaca ulasan dari para penulis.
Perlu diakui bahwa buku ini memang lahir dari data yang sangat kaya. Buku ini bisa dikatakan berhasil dari segi pengumpulan data. Stiker, dalam bentuk apapun, dikumpulkan dan di-scan, dicetak dan bisa jelas dilihat oleh pembaca.
Sayangnya, data yang demikian kaya itu disertai oleh pembacaan yang tidak memadai. Hal ini dipertegas oleh Bambang Sugiartio dalam diskusi. Alat atau pisau analisis apa yang digunakan untuk membicarakan stiker ini? Semiotika, psikoanalisis, cultural studies? Kaburnya isi tulisan yang disajikan dalam buku ini, sedikit banyak, mungkin, membuktikan bahwa para penulis belum melakukan pembacaan sebelumnya terhadap pendekatan-pendekatan yang akan digunakan. Akibatnya, tidak ada satupun pendekatan yang digunakan. Tulisan itu "nampak seperti tulisan feature atau jurnalistik," tambah Bambang.
Tidak adanya pendekatan yang digunakan berakibat miskinnya kategorisasi. Mengenai kategorisasi ini, dalam diskusi, Lisabona meminta penjelasan lebih detail dari para penulis. Kategorisasi, dalam buku itu, sudah dilakukan. Namun, kategorisasi yang dilakukan itu tidak bisa menjadi panduan yang signifikan untuk bercerita tentang stiker-stiker itu. Bentuk kategorisasi yang paling penting, tentu saja harus disadari oleh setiap peneliti, adalah kategorisasi yang lahir karena peneliti sudah berhasil memilih angle, fokus dan pendekatan yang akan dilakukan. Ulasan dalam buku ini belum bisa menampilkan kategorisasi jenis kedua itu.
bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar