September 23, 2011

Ahmad Sadali (1924-1987)

“Ulul-al-bab:” Bahasa Rupa Sadali


Ahmad Sadali, pelukis kelahiran Garut, 1924, yang dikenal sebagai Bapak Seni Lukis Abstrak ini, menemukan relasi yang erat antara ilmu pengetahuan, seni, dan agama dalam seni rupa Islam. Ia, selain pelukis modern yang sekular, juga menjadi aktivis islam, posisi yang tidak lazim dalam sudut pandang keislaman umumnya.

Namun, surat Ali Imron, 190-191 dalam Al Qur’an sendirilah yang menjadi dasar kuat bagi posisi yang diambil Sadali itu. Di sana termuat bahwa manusia dianugerahi tiga potensi, yaitu berzikir, berpikir, dan beriman untuk menjadi “manusia ideal dan paripurna” (ulul-al-bab). Pendeknya, manusia harus mengembangkan akal, logika, daya pikirnya melalui ilmu pengetahuan, daya cipta, rasa, dan imajinasinya melalui seni (wilayah zikir), dan mengembangkan keyakinannya (wilayah iman).

Maka, seni, menurut Sadali, tak bisa dipisahkan dari daya zikir seseorang. Bagi Sadali, kemampuan zikir yang makin baik akan mempertajam kepekaan estetik seseorang. Dalam seni pun, Sadali mengungkapkan keterkaitan yang tak terpisahkan antara akal, rasa, dan iman itu.
Dalam lukisan abstrak Sadali, terlihat adanya konsep (pemikiran Sadali mengenai seni lukis), sensasi (rasa yang dicapai lewat warna, efek, dan bentuk visualnya), juga keyakinan (lewat format bidang, pilihan warna, dan seringkali juga lewat ayat-ayat yang dicantumkan di sana). Ketiganya (akal, iman, dan rasa) menyatu dalam lukisan Sadali yang adalah eksplorasi “budidaya rupa” (istilah Sanento Yuliman).

Sanento menyebutkan tiga hal pokok dalam lukisan Sadali, yaitu sosok, latar, dan format bidang. Kalau dilihat lebih cermat, pengolahan relasi tiga elemen itu tampak dalam tekstur, garis, komposisi, semacam ‘tema’ ala Sadali: bongkahan, jajaran, susunan, dataran, gunungan, dan semacamnya hingga tampak di sana efek lelehan, bercak, lapukan, patahan, kerutan, pecahan, sobekan, dan lipatan.

Melalui pengolahan tekstur, garis, bidang, dan warna-warna kelam (oker, biru, ungu, hijau, hitam, cokelat) dipadu dengan warna emas (membentuk kontras dan menonjolkan ‘sosok’ lukisan), serta format bidang sehingga tampak membentuk komposisi melingkar, vertikal, horizontal, membelah, menyilang, dan sebagainya, Sadali bicara tentang ketajaman rasa. Di sana ia mengolah “bahasa ruang,” “bahasa indera” – melatih pencerapan visual kita. “Sosok,” semacam ‘figur’ utama yang kerap ditonjolkan Sadali berupa sobekan, lelehan emas, tampak kontras dengan latar, namun berelasi erat. Kadangkala ‘sosok’ ini berupa bentuk geometris yang tak rata sisi-sisinya, batang-batang, garis, titik-titik (“Batang Horizontal dengan Emas Ungu Biru” (1987), “Bongkahan Kayu dan Sisa-Sisa Emas” (1980), misalnya). Selain tampak dalam elemen visualnya, keterkaitan sosok dan latar itu juga terlihat dari judul yang diberikan Sadali, “Lelehan Emas Pada Bidang Ultramarin” (1973), “Gunungan dengan Garis Vertikal Biru” (1974) yang dengan langsung menyatakan bentuk visual dan warnanya.

Relasi antara susunan kata, latar, sosok dan format bidang juga menyatakan kehadiran bersamaan antara elemen akal, logika: ia bicara mengenai “bidang-bidang yang disusun,” atau ”bahasa ruang,” rasa, sensasi inderawi: kerutan yang digabung dengan lipatan, patahan, memisah, atau membelah bidang (“Bongkahan Emas Latar Merah dan Hijau” 1976), “Bidang Melintang dengan Sisa Emas” (1987), dan keimanan: efek tiga dimensional, ketuaan, kerinduan, dan sebagainya melalui simbol, misalnya “Gunungan Emas” (1980) dengan warna-warnanya yang terkesan “berat,” juga format segitiga tiga dimensi (limas), dan sobekan, patahan, guratan hitam keemasan, agaknya, di sini, dapat dikatakan sebagai ekspresi pengalaman religius melalui citra misterius, fana, simbolis, tua.

Maka, dengan judul yang menunjuk langsung pada relasi antara sosok, latar dan format bidang itu, Sadali, lulusan ITB di bawah bimbingan Ries Mulder, mendapat beasiswa belajar ke Amerika, dan mengembangkan seni lukis abstrak dengan spiritualitas Islam ini, agaknya, tidak bermaksud harafiah. Sebaliknya, ia, dengan kegamblangannya, kejelasan judul dengan gambarnya itu, menuntun kita untuk melihat lebih jauh, wilayah zikir itu: mengenal persepsi, rasa, daya cerap indera kita – melihat dengan sungguh-sungguh, perlahan-lahan, satu demi satu – melalui garis, tekstur, bidang, dan warna dalam lukisannya. (IndoArt-014)

-sty-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar