Desember 16, 2008

Bungkusan Hati di Dalam Kulkas




Wayang Eko Nugroho




Rancang wayang dan imaji visual: Eko Nugroho

Dalang: Ki Catur Kuncoro
Sinden: Soimah Poncowati

Ide cerita dan naskah: Joned Suryatmoko

Desain panggung: Andy Seno Aji

Penata musik: Yenu Ariendra



Ceritanya sederhana. Alurnya tidak begitu rumit. Tujuh tokoh dalam wayang-wayang Eko bermain dalam lakon cinta segi tiga. Kelanjutan ceritanya tak sulit ditebak. Uniknya, mungkin, atau juga sebenarnya sudah biasa, ada kasus mutilasi yang menyertai kisah cinta tersebut, juga isu homoseksualitas, walau tak banyak memegang peran dalam keseluruhan cerita. Namun sayangnya, tema mutilasi tidak digarap tuntas. Kalau saja ada studi khusus tentang alasan-alasan apa saja yang membuat orang bisa melakukan mutilasi, mungkin lebih menarik.

Alasan Cah Bagus memutilasi isterinya, Cah Ayu, tidak memiliki alasan yang bisa dipaparkan jelas. Mutilasi diceritakan terjadi karena rasa cemburu. Cah Bagus cemburu karena Cah Ayu jatuh cinta dengan laki-laki lain, yang bahkan, makan dan kebutuhannya dibiayai oleh Cah Ayu lewat uang suaminya. Perlu dicatat ini tradisi masyarakat Indonesia, seorang perempuan dianggap tidak wajar jika membiayai hidup laki-laki.

Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan untuk membuat pertunjukan semacam wayang Eko ini menarik, yaitu visualisasi dan narasi. Dalam hal narasi, pertunjukan wayang Eko Nugroho bisa dikatakan lemah. Narasi tidak digarap indah dan penuh kejutan. Cerita yang disajikan terlalu banal, sehari-hari dan mudah ditebak. Kalau dipadu dengan wayang-wayang Eko yang tampilannya “sangat tidak biasa” itu, timpang. Dengan tokoh-tokoh wayang yang diciptakan Eko, seharusnya cerita bisa digarap lebih dalam, lebih memikat. Pendek kata, naskah dan ide cerita dalam tontonan ini tidak layak untuk disandingkan dengan tokoh-tokoh wayang Eko yang begitu imajinatif dan sedikit bernuansa surealis.

Penonton tidak diberi sesuatu yang misterius untuk menahan mereka beranjak. Akhir ceritanya tak sulit diduga. Pendek kata, penceritaannya terlalu umum dan biasa. Kalau saja, misalnya, sutradara merahasiakan alasan Cah Bagus untuk tidak memiliki anak dari Cah Ayu, selain “… setelah lima tahun perkawinan” seperti dikatakan Cah Bagus, tentu saja ini lebih membuat penonton sulit menduga, sehingga mereka memiliki hasrat untuk menyelesaikan cerita dan menemukan alasan itu.


Tontonan ini bisa dikatakan menarik karena visualisasi yang berhasil diciptakan dalam berbagai adegannya. Warna, bentuk, gambar, posisi, dan sebagainya berhasil memikat penonton. Tiga layar yang menghadap penonton menyajikan lakon berbeda, tapi tersambung. Penonton tahu bahwa layar paling kanan yang menghadap mereka adalah sejenis 'ilustrasi' kisah yang sedang ditampilkan. Layar tengah dan kiri menceritakan kisah-kisahnya. Uniknya, layar paling kanan itu memberi ilustrasi yang tidak 'basi.' Sebagai contoh, ilustrasi atas adegan mutilasi yang dilakukan Cah Bagus terhadap isterinya ditampilkan dengan bulatan merah yang permukaannya seperti teriris dengan aliran air. Tidak langsung, tidak harafiah, namun terpahami.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar