April 18, 2009

Penelitian Selayang Pandang

Judul: Mapping Contemporary Visual Art Spaces in Bali (Pemetaan Ruang Seni Rupa Kontemporer di Bali).
Penulis: Grace Samboh
Penerbit: Sika Gallery, 2009.
Bahasa: Inggris dan Indonesia
Tebal: 87 halaman.


“Penelitian ini menawarkan informasi mengenai bagaimana terminologi kontemporer digunakan, dipahami dan diaplikasikan di medan seni rupa Bali.”

Dengan kalimat jelas, Grace Samboh, mahasiswa Jurusan Pengkajian Seni Rupa Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, merumuskan tujuan penelitiannya. Namun, agaknya, tidak demikian dengan eksplorasi dan temuan yang dihadirkan dalam buku ini.

Merasa “terganggu” dengan istilah “kontemporer,” Grace Samboh bekerjasama dengan Sika Gallery, Bali, mulai berkeliling Ubud dan Gianyar untuk memeriksa bagaimana galeri-galeri seni rupa yang sedang ‘naik daun” memandang dan menggunakan istilah “kontemporer.” Grace ingin melihat bagaimana galeri-galeri tersebut, melalui sikap dan perilakunya, khususnya dalam hal pengadaan pameran dan manajemennya, mencitrakan diri sebagai “galeri seni rupa kontemporer.”

Buku ini terbagi dalam dua bagian besar. Bagian pertama dikatakan Grace memuat “ruang-ruang yang informasinya bisa diakses publik.” Karena itu, Alila-Ubud Gallery, Kendra Gallery of Contemporary Art, Biasa Art Space, Gaya Art Space, Komaneka Fine Art Gallery, Seniwati Gallery of Art by Woman, TonyRaka Art Gallery dan Sika Contemporary Gallery, yang memiliki andil besar dalam “boom” seni rupa dua tahun terakhir ini, dipilih untuk dideskripsikan.

Bagian kedua dikatakan berisi “ruang pamer yang ada namun hampir tidak bisa diakses dengan cara apapun (tidak ada informasi yang bisa diakses publik, jaringan komunikasi melalui surat elektronik tidak berjalan, atau wawancara tatap muka).” Maka muncul nama-nama galeri seperti Bale Contemporary Art Studio, Krisna Gallery, I Ketut Molog Contemporary Mask, Mohammad Yanan Modern and Contemporary, SatuHati Contemporary Art Space, Natasha Gallery dalam www.indonesianartgallery dan sebuah foto website beralamat www.balicontemporaryart.com. Galeri-galeri tersebut tidak dideskripsikan dalam buku ini, hanya dipampang fotonya. Sayangnya, di bagian ini penulis tidak berhasil melakukan eksplorasi lanjut mengenai keberadaan dan aktivitas ruang-ruang pamer tersebut, yang sebenarnya signifikan sebagai pembanding untuk meneliti persepsi galeri seni rupa di Bali mengenai “seni kontemporer.”

Selain lewat media massa, iklan, artikel dan website, Grace juga menelusuri informasi mengenai galeri-galeri itu melalui apa yang disebutnya sebagai “tanda-tanda yang ditampilkan di ruang publik (neon box, marka jalan, dll), dan publikasi-publikasi yang beredar secara terbatas (katalog-katalog, blog-blog dan jurnal online).” Namun, “Tanda-tanda di ruang publik” yang dimaksud tidak terolah dalam buku ini. “Data-data lapangan” tersebut hanya berhasil difoto dan “dipajang” sebagai bukti dari penelitiannya. Dalam menulis penelitiannya, Grace terkesan lebih banyak menggunakan data dari Wikipedia, sebuah “ensiklopedi umum” online yang bebas diakses.

Disamping kriteria pemilihan galeri tidak dijelaskan, persepsi pengelola galeri tentang “seni kontemporer” juga sangat minim, hampir semua diperoleh melalui wawancara Grace dengan pengelola galeri melalui surat elektronik.

“Galeri kontemporer komersial, sebagaimana ditulis dalam Wikipedia, seringkali memilih untuk menampilkan perupa secara ekslusif, memberikan mereka kesempatan untuk mengadakan pameran tunggal secara berkala.” Dalam hal ini, Grace, akhirnya, memandang “galeri seni rupa kontemporer” dari sisi sistem dan mekanisme kerjanya, yang sayangnya, disesuaikan dengan kriteria dalam Wikipedia. Anggapan itu juga muncul ketika ia mengomentari Gaya Art Space yang menurutnya “janggal” karena mengaku sebagai galeri nirlaba, namun mengaplikasikan sistem kerja galeri kontemporer. Dengan mereferensi Wikipedia dan Olav Velthuis, Grace Samboh agaknya percaya bahwa yang kontemporer itu muncul dalam bentuk galeri yang, selain memiliki “manajemen profesional”, juga profit oriented.

Sebagai peneliti, Grace rupanya kurang mahir dalam melakukan pencarian data. Kepercayaan pada sumber-sumber sekunder dan sumber internet sangat mungkin menyebabkan buku ini menyesatkan orang yang mau memahami “seni kontemporer.” Pemahaman Grace tentang “galeri seni kontemporer” didapatnya dari Wikipedia, demikian juga ketika ia merujuk istilah “pusat kesenian” untuk Seniwati Gallery. Padahal, menengok kembali tujuan penelitian yang dirumuskannya, penelitian Grace ini terkesan penelitian lapangan yang harusnya digarap dengan metode induktif. Jika penelitian ini digali lebih serius, Grace seharusnya bisa menemukan kriteria lain yang ada di lapangan penelitiannya, selain kriteria yang “diturunkannya” dari Wikipedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar