September 23, 2011

Basoeki Abdullah (1915-1993)

“Yang Cantik” dan Nasionalisme dalam Seni Rupa


Nama Basoeki Abdullah hampir tidak bisa dilepaskan dari “yang cantik.” Dalam konteks Basoeki dan lukisan-lukisannya, “yang cantik” ini berarti sesuatu (fisik) yang dapat dilihat (visible), yaitu tubuh dan wajah wanita cantik dan keindahan pemandangan alam. Selain pelukis potret, ia dikenal dengan seorang pelukis pemandangan alam. Seni lukis ini berkembang, selain karena pengaruh pendidikan Eropa, di mana Basoeki bersekolah, juga karena gaya hidup kelas menengah atas Eropa waktu itu. Seni lukis, waktu itu, dipandang sebagai sarana pelepasan (katarsis) bagi penikmatnya.

Dan bagi pelukisnya, melukis seni lukis pemandangan semacam itu butuh keahlian khusus untuk menampilkannya agar ‘lebih indah’ dari aslinya. Maka, salah satu kecenderungan seni lukis pemandangan alam ini, dalam catatan Sanento Yuliman, adalah “memperbaiki alam.” Alam yang terlihat bersemak-semak, rimbun, mengerikan, dalam lukisan, harus tampak indah, molek, cantik, dan selalu didambakan. Kecenderungan ini tampak pula dalam lukisan potret Basoeki, dan pemandangan-pemandangan alamnya, juga lukisan mitologi dan pertempuran alam gaib yang lebih menampilkan keindahan daripada kengeriannya.

Karena itu, pose menduduki tempat penting dalam lukisan Basoeki. Pose model dalam lukisan potret harus tertata, sehingga hampir tidak terlihat pose alami di sana. Beberapa yang nampak ‘alami’ pun selalu harus sudah melewati sentuhan ‘perbaikan’ agar tampil sebagai ‘foto model.’ Misal saja sosok gadis berselendang merah yang memegang selendangnya separuh menutupi tubuhnya, Selendang Merah (1960).

Julukan ‘pelukis istana’ didapatnya ketika ia melukis tokoh-tokoh kenegaraan di negara yang ia singgahi. Maka, Selain Soekarno, Bung Hatta, Soeharto, Ibu Tien, ia juga melukis wajah Ratu Juliana (1981), Imelda Marcos (1981), Mahatir Muhammad (1985), Tengku Abdurahman (1981), Paus Johannes Paulus II (1989), Ratu Sirikit, Bhumidol Adulyadej, dan beberapa anggota kerajaan Thailand. Ada pula lukisan yang berakrakter romantisme eropa ala Delacroix ketika ia bermukim di Spanyol, antara lain Pertarungan Adu Banteng (1954), dan Salome and the head of St. John (1954).

Selain itu, ada pula potret berbagai gadis dari berbagai negara, misalnya Gadis Sunda (1951), Gadis Pakistan (1951), dan Gadis Thailand Berpayung. Kemudian, tema mitologi juga sentral dalam karya Basoeki, misal Jaka Tarub (1959), Gatutkaca dan Antasena Sedang Duel (1955), Nyi Roro Kidul, dan lainnya. Selain itu, Basoeki juga membuat beberapa sketsa revolusi, walau pada saat revolusi Basoeki tak ada di Indonesia sehingga pada waktu kepulangannya ke Indonesia pada 1974, ia ditanggapi ‘dingin’ oleh sesama pelukis. Keindahan alam di Quilin, Cina, juga tak luput dari kuasnya. Demikian juga tema agama, lukisan Maria diangkat ke Surga yang tampil unik karena menampilkan sosok Maria berkarakter wajah Indonesia, dan latar belakangnya juga tanah Indonesia.

Mungkin karena itulah ia sering berseberangan dengan Sudjojono, pelukis yang terkenal dengan realisme dan tema-tema perjuangannya. Sudjojono pernah berkomentar perihal tiadanya nasionalisme pada diri Basoeki karena yang digambar Basoeki hanya seputar wanita cantik dan pemandangan alam. Basoeki, walau sempat bergabung dengan Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dan Keimin Bunka Shidoso, tidak banyak menghasilkan lukisan yang bertema dan berjiwa perjuangan.

Namun, di lain pihak, Basoeki, dalam arti tertentu mungkin bisa juga dikatakan nasionalis, karena, dalam komentar Abas Alibasyah, Basoeki berperan “mendekatkan Indonesia dengan sebagian besar pemimpin di Asia dengan melukis tokoh-tokoh tersebut.” Menarik mungkin, bagi siapa pun yang mau mengadakan penelitian mengenai Basoeki dalam perdebatan mengenai nasionalisme dalam seni rupa, dan perbandingannya dengan Raden Saleh, misalnya.
Basoeki Abdullah, anak dari Abdullah Surio Subroto (pelukis), dan cucu dari Dr. Wahidin Sudirohusodo (1857-1917), tokoh pergerakan nasional ini meninggal karena dibunuh di rumah kediamannya, Jl. Keuangan Raya Cilandak (sekarang Museum Basoeki Abdullah), oleh tukang kebunnya sendiri yang berniat mencuri koleksi jam tangannya. (IndoArt-014)

-sty-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar