September 19, 2011

Catatan Jenaka Malaikat

Ada gambar telanjang tubuh laki-laki, menghadap depan, dengan mata ditutup. Di sebelahnya ada keterangan, dengan panah yang menunjuk ke bagian penis: “Penyakit Hernia atau turun berok (buah zakar membesar dan sakit bila dipegang).” Lalu di bawahnya ada “10 hal yang bisa menyebabkan hernia pada laki-laki” berikut poin-poinnya.

Itu bukan iklan layanan masyarakat sungguhan meskipun kalimat dan penyajiannya bak iklan layanan masyarakat. Deretan kalimat dan keterangan atas hernia di atas adalah salah satu karya dari Malaikat, seniman kelahiran Surabaya yang sempat mengikuti beberapa pameran di ruang-ruang seni alternatif.

Pameran kali ini, “Malaikat dan Anak Laki-Laki Berjari Satu,” berlangsung di Kedai Kebun Forum, Tirtodipuran, Yogyakarta, 27 April 2011 – 20 Mei 2011, adalah pameran tunggalnya yang kedua sejak 2009 lalu. Kali ini, Malaikat hadir dengan kisah-kisah komik yang kata Agung Kurniawan, “Srimulat” – komik-komik humor ala Malaikat.

The Boy who Has One Finger (2011), sebuah patung fiber yang menampilkan sosok bak foto diri Malaikat.Laki-laki berwajah persegi, berkaca mata gagang hitam, berkaus garis-garis hijau-putih, bersepatu boot bak sepatu trekking, mengacungkan satu jari pada tangan kirinya, sekilas tampak seperti simbol makian yang kita kenal, “Fuck You.” Patung ini bak simbol pembuka kita semua untuk mengenal Malaikat dan humor-humor jenaka yang kadangkala bernada sinis ini.
Di sini, Malaikat tak hanya menggunakan medium kertas, melainkan juga kayu, papan, fiber glass, keramik, kanvas, dengan cat akrilik. Tak hanya “iklan layanan masyarakat” di atas, tapi juga kisah komik, gambar-gambar manusia satu-satu di atas keramik, robot-robot, patung, celengan keramik, dan sebagainya.

Dalam komik-komiknya, walau peran utama itu ada, namun Malaikat tak memunculkan tokoh “hero.” Peran-peran yang disandang tokoh komiknya sama. Mereka semua seakan berbaur dalam satu kisah kocak, konyol, menggelikan. Lihat saja, kisah tragis pedagang siomay yang penisnya diserang dua ekor lele kelaparan (dalam Kisah 2 Ekor Lele Katarak), pedagang pisau yang menjadi tersangka dan saksi tunggal karena ditinggal sendirian oleh peserta tawuran (Asyiknya Tawuran), dan sebagainya.

Ada lagi Malaikat Art Book, yang tanpa tahun khusus karena dikerjakan sepanjang tahun. Karya ini berupa sekumpulan kertas dan kanvas persegi yang diisi berbagai macam gambar dan kata: ada gambar ufo, tulisan “new arcadia,” gambar sapi yang mulutnya diwarnai merah, didampingi tulisan “Abon Sapi Bali Cap Sapi Bergincu,” gambar Batman, Jasa Antar JKT-SBY (PP cuma 3 menit), dan sebagainya.
Selain gambar komik, unsur tulisan dalam karya Malaikat agaknya memang dominan, memegang peran penting menggulirkan cerita. Di sini tak kita temukan semacam “onomatope,” semacam rangkaian huruf atau kata yang menggambarkan ekspresi dan cerita dalam komik, misalnya “Braaaa … kkk,” “Rrrrr … “ “Ssshhh …” “Aw,” dan sebagainya.

Dibanding onomatope yang mungkin “sebuah usaha mengubungkan kata dan gambar,” “strategi tulisan” Malaikat, agaknya, lebih cenderung “informatif.” Ia menggunakan keterangan semacam tanda panah, misalnya “pisau” dengan panah menuju pada isi bakul yang sedang dipikul pedagang pisau (Asyiknya Tawuran), atau ”Gerobak pedagang bakso yang jujur,” dengan panah menuju ke salah satu gerobak imut-imut – gambar-gambar Malaikat sangat kecil - yang dikelilingi puluhan gerobak imut-imut lain (pada I am out of this Fucking Bussines).
Kalau kita amati, tulisan dalam komik Malaikat beralur runtut dan dengan mudah dapat dipahami. Dengan kata lain, di sini, agaknya Malaikat lebih banyak mengolah, atau fasih dengan bahasa tulis dibanding “bahasa gambar.”

Maka, di sini, tulisan pula yang nampaknya memegang peran penting untuk memprofokasi, walau dalam seni komik, tak bisa dipungkiri bahwa gambar berperan utama untuk menyampaikan pesan.

Kekayaan medium ungkap, tak hanya kertas, juga keramik, dan sebagainya, menjadi salah satu daya tarik Malaikat. Kejenakaannya tak hanya disajikan di dalam tulisan, namun, medium ini yang, agaknya, bisa dieksplorasi lebih jauh untuk mencari “humor-humor” baru yang tak berpanjang-panjang dengan kata. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar