September 19, 2011

Tegangan Garis Agung



“Kuda hitam sudah berubah.” Tulisan huruf cetak warna-warni itu menemani gambar seekor hewan yang tampak diberi topeng kuda, berdiri di atas semacam poin catur. Tulisan lain, “At the very bottom of everything,” “Man Without Name,” tulisan tanpa spasi Runawayyesusrunaway,” lalu gambar orang berbaring, di bawah kasurnya ada gambar orang-orang beraktivitas ditimpa tulisan “War Against,” di sebelah kasur ada deretan tiang listrik, lalu di atasnya ada orang berhelm astronot, di sebelah lain ada salib, tulisan “Made in China,” gambar segelas kopi, dan sebagainya. Semuanya bak tumpang tindih, penuh warna. Sekilas, gambar-gambar itu lebih tampak seperti coretan-coretan, bak karya mural yang kita lihat di tembok gang-gang di jalan-jalan kota.

Sekilas mungkin kita tak mengenali itu karya Agung Kurniawan (43). Selain mediumnya yang tak biasa (Agung hampir tak pernah ‘bermain-main’ dengan cat air), tampilannya pun berbeda dari karya biasanya. Tak ada fokus figur, tak ada cerita. Figur-figur dalam karya ini nampak tersebar, lepas-lepas, ‘mengudara,’ tanpa ruang, full color. Ciri demikian termasuk “langka,” atau bahkan tak pernah kita jumpai di hampir semua karya Agung. Karakter umum karya Agung tak banyak warna, terkesan buram, gelap, keruh, doff. Namun, ada kesamaan yang tak dapat diingkari pada karya Agung: garisnya kuat-dominan, dan efek kering, padat.

Karya bermedium cat air ini, beserta drawing pastel-conte, pensil, charcoal dan instalasi tralis muncul dalam pameran tunggalnya, The Lines that Remind Me of You, Kendra Gallery, Seminyak, Bali, 23 April – 22 Mei 2011.

Karya “tumpang tindih” itu diberi judul yang cukup unik: #4 Things that Write Their Own Stories (2011), karya ini berseri, medium cat air di atas kertas.

“Benda-benda yang menulis kisahnya sendiri” – nampaknya ini yang mau dicoba dieksplorasi Agung – ia seakan mencoba melepaskan diri dari narasi yang selama ini selalu ada dalam gambarnya (tema-tema kritik terhadap kekuasaan politik, terutama zaman Orde Baru). Maka, dalam karya seri cat airnya, ia bak berusaha mengalirkan: apa saja yang muncul digambarnya di kertas.

Belum lama ini, Agung memang mengeksplorasi medium cat air, medium yang menurut pengakuannya tak pernah diakrabinya selama ini. Maka, pameran kali ini bisa dibilang unik karena kemunculan karya bermedium cat air yang mungkin bisa menjadi periode penting dalam eksplorasi berkeseniannya.

Sekilas, dalam seri karya cat airnya, efek basah cat air tak nampak mendapat prioritas – tak tampak blok-blok hasil transparan cat air, sapuan kuas, atau lapis-lapis warna saling menimpa. Agaknya, karya cat air Agung masih terkesan “rapi, terkontrol.”

Kesan lainnya, warna terdapat pada garisnya, bukan pada bidang, atau ikut membentuk figur. Dengan kata lain, kuas berisi warna itu bak jadi pensil untuk membuat kontur berupa garis tegas. Maka, cat air di tangan Agung terkesan memberi efek linearity daripada painterly.

Kalau pada karya drawingnya, Agung mengakui bahwa ia merasa paling bebas, dan pada karya tralisnya ia lebih butuh kontrol dan perencanaan matang, di karya cat air ini, ia agaknya berada “di dalam tegangan” keduanya: garis yang masih tampak dibawah kontrol kesadaran (kebiasaan membuat skesta sebelum digambar lagi) dan kekuatan narasi, dengan sifat medium cat air yang sarat spontanitas.

Fleksibilitas cat air dan kemungkinan-kemungkinan “kecelakaannya,” kalau pun memperkuat efek spontanitas gambar (yang memang dikehendaki Agung), namun fleksibilitas ini, agaknya berlawanan dengan “kontrol garis” Agung. Hal ini bisa dilihat pada, misalnya, #2 Things that Write Their Own Stories (2011). Figur-figur berupa rangka tembus pandang, dengan baju rangka, terpotong-potong, dan minim warna membuat karya ini, agaknya, “gabungan” karakter instalasi tralis dan drawing Agung.

Sementara itu, karya drawing dan instalasi tralis Agung masih menyimpan nuansa lama – bedanya, imaji kali ini berasal dari album foto keluarga, di mana yang dominan adalah kenangan tentang kakaknya (anak laki-laki kebanggaan keluarga). Figur kakaknya ini dikenangnya lewat, antara lain, My Brother’s Portrait (the Golden Boy of the Family Series), 2011, dan The Guardian Angel (2011), dua anak berwajah bak topeng atlet anggar sedang berboncengan sepeda di serambi rumah (drawing di atas kertas berbekas lipatan). Narasi kekerasan khususnya muncul pada Loser Series Saddam Husein (2010), instalasi kaki tentara bersenjata, berasal dari foto di sebuah media Saddam Husein ketika ditangkap oleh tentara amerika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar