Februari 19, 2009

Wajah-Wajah Di Ruang Imajiner Ardana

Wajah-wajah itu menatap kita. Mereka seperti mencoba berkomunikasi dengan kita walau tanpa ekspresi khusus. Namun, tampilnya wajah-wajah itu cukup membuat kita menangkap bahwa ada proporsi yang kurang sempurna dalam lekuk wajah mereka.

Non Existence # 7, misalnya, saat menatapnya, kita cepat menangkap bahwa bagian wajah kiri beda dengan kanan. Alis kirinya berwarna krem, nyaris menyerupai kulit wajah, tipis, dan letaknya dengan mata. Mata kirinya lebih kecil dan tanpa lipatan mata, sementara mata kanannya berlipat, alisnya hitam tebal terangkat agak jauh di atas mata. Permukaan kulit pipi sebelah kanan nampak memiliki luka dan banyak kerutan, sementara pipi kirinya lebih halus. Tatap-tatap itu, lekuk hidung, bibir dan dagu itu seperti mengajak kita mengenali seseorang, membawa imaji tentang “yang lain” di benak kita. Siapa itu yang lain yang kemudian hadir ketika melihat lukisan wajah itu? Entah. Yang lain yang, hidungnya, bibirnya, atau matanya, mengundang persepsi lampau, mengundang rasa penasaran, rasa cemas, bahkan rasa mual sekalipun. “yang lain” itu muncul begitu saja, tapi tidak serta merta kita ketahui siapa dia. Dia bukan kenalan kita. Namun, dia hadir menyerupai seseorang yang sangat kita kenal, entah kapan, entah dimana.

Tujuh belas karya lukis Dewa Ngakan Made Ardana bertajuk Anonymous Project dipamerkan di Galeri Semarang, 31 Januari 2009 – 10 Februari 2009. Masing-masing diberi judul sama: Non Exixtence. Dari Non Existence #1 sampai dengan Non Existence #17, kita bisa melihat ketidaklaziman wajah-wajah mereka, baik dalam hal proporsi, maupun bentuk elemen-elemen wajah, seperti mata, hidung, alis, bibir, rahang, dan sebagainya.

Representasi tidak datang dari realitas (kenyataan di luar diri), melainkan dari ruang-ruang imaji. Demikian gagasan dasar dari Ardana. Sebelum seri wajah ini, Ardana melukis bawang putih yang dipamerkan tunggal di Ark Gallery, 2008. Dua obyek berlainan itu memiliki prinsip dasar sama. Ardana ingin membalik konsep representasi yang biasanya dipahami orang. Representasi tidak hanya dipahami sebagai sebuah tampilan, imitasi dari benda di luar diri. Representasi yang satu ini melahirkan, apa yang disebut Ardana sebagai “potret ilusif.” Demikian kekuatan representasi lebih disandarkan pada ruang-ruang imajinatif seseorang.

Dalam episode “potret ilusif,” Ardana menggeser persepsi orang tentang istilah “imaji,” atau ‘gambaran.” Pertama, ia tidak menampilkan wajah orang apa adanya seperti yang ada dalam realitas obyektif (kenyataan). Kedua, ia mempermak wajah itu sedemikian rupa (dengan cara menggabungkannya dengan bagian wajah orang lain) menjadi wajah yang “tidak proporsional.” “Permak wajah” biasanya dipahami berfungsi untuk menyembunyikan kerutan, ketidakberesan bentuk wajah, anatomi, dan sebagainya. Pada lukisan Ardana berlaku kebalikannya. Kemudian, Ardana menampilkan wajah baru yang tidak ada dalam kenyataan. “Wajah nyata baru” yang muncul, dengan demikian adalah “fantasi,” “ilusi” “imajinasi,” “wilayah imajiner” dari Ardana.

Apakah Ardana, dalam karya-karyanya kali ini, sedang membuat potret diri? Menurutnya tidak. Ardana tidak pernah membuat self potrraitnya sendiri, selain karena tidak suka, menurutnya, “Self portrait” sudah menjadi mainstream sejak dulu …” dalam hal ini, mungkin, potret diri dipahami Ardana dalam artian umum, gambar self portarit semacam Rembrant, yang cukup akurat, layaknya “pas foto.” Namun, kalau kita memahami self portrait lebih jauh, Ardana bisa dikatakan sedang merumuskan self portrait-nya sendiri melalui imaji-imaji wajah ilusif itu.

“Struktur wajah sama, biar lebih jelas adanya perubahan-perubahan yang dikerjakan. Tapi, mata, hidung dan sebagainya mengambil dari orang usia anak sampai dengan orang tua.” Ardana masih mempertahankan struktur wajah. Dengan kata lain, wajah-wajah yang dilukis Ardana tidak benar-benar terputus dengan kenyataan. Ardana sebatas “menampilkan apa yang tidak ada dalam kenyataan.” Dan ini tidak berarti terputus dari kenyataan. Tujuh belas karya yang diberi judul Non Existence ini menggambarkan pemahaman Ardana atas istilah “eksistensi.” Eksistensi dipahami Ardana sebagai “keberadaan nyata,” realitas. Dan non eksistensi berarti yang tidak ada dalam kenyataan obyektif. Bisa dikatakan bahwa seri wajah Ardana itu melahirkan realitas baru. Namun, wajah-wajah dalam seri Non Existence ini belum bisa dibilang sebagai, meminjam istilah Baudrillard, pure simulacrum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar